Dalam pergaulan dan nasehat di antara orang-orang di jawa seringkali terdengar katakata eling yang artinya ingat, tatapi bagi masyarakat jawa kata eling itu sendiri tidak sekedar bermakna ingat tetapi ada lebih jauh maknanya, Kita sering hanya mengartikan kata eling yang berarti ingat , Eling dalam masyarakat jawa berarti berpikir sehat, bijaksana, pantas, ingat akan Tuhan. Bermakna sangat luas jauh melebihi dari apa yang kita ketahui. Mengacu makna di atas maka saat orang tidak berpikir sehat, tidak bijaksana, marah-marah, berbuat sekehendak hati, berbuat tidak pantas dan juga mengingat akan Tuhan dalam masyarakat jawa bisa dikategorikan tidak Eling.
Budaya dan masarakat Jawa memandang ada keterkaitan antara lam, makluq dan Tuhan, kebudayaan Jawa mengajarkan agar masyarakat hidup tidak sekadar mlampah/mlaku yang artinya bergerak scara phisik , tetapi juga harus menjalani yang namanya lampah/lelaku, mengolah batin dan rasanya. Karena semua itu, berkaitan dengan Tuhan. Setiap gerak dalam kehidupan bukan hanya perpindahan fisik. Tidak hanya berdasar pada hitungan rasio. Tetapi ada olah batin dan olah rasa karena semua perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya. Ajaran menggapai kesempurnaan hidup tersebut bisa ditemukan dalam wayang yang biasa dipentaskan dalam upacara ruwatan sukerta yaitu lakon Bimo Suci
Lakon Bimo suci mengisahkan Bima/Werkudara atas perintah gurunya pandita Durna mencari Banyu Perwitasari. Dalam perjalanannya, ia bertemu Dewaruci yang persis dengan dirinya namun dalam ukuran kecil. Bima masuk ke badan Dewaruci melalui telinga kanan. Dalam tubuh Dewaruci, Bima semadi dengan pikiran dan perasaan yang bersih, Hening. Dalam samadi ini, Bima menerima Terang atau wahyu sejati yaitu manunggaling kawula Gusti, kesatuan manusia dengan Tuhan. Dalam jati diri terdalam, manusia bersatu dengan Tuhan. Kemanunggalan ini yang menjadikan manusia mampu melihat hidup yang sejati, atau dalam istilah kejawen, mati sakjroning urip, urip sakjroning mati. Inilah perjalanan rohani untuk masuk dalam samudera menanging kalbu/samudera di dalam kalbu yang mana makna dari kalimat tersebut adalah keserasian gerak antara makluq dan sang Pencipta, keserasian perbuatan dan keserasian kehendak makulq dan Gustinya.
Didalam agama Islam setiap orang islam pastilah pernah mendengar atau pernah mengucapkan yang namanya bacaan basmalah yang merupakan ayat pertama dari Al Fatehah.
Didalam sebuah hadist di terangkan betapa pentingnya basmallah, yaitu “Setiap perkara penting yang tidak didahului dengan bismillâhhirrahmânnirrahîm maka perbuatan tersebut terpotong.” (HR. Abu Daud). Adapun basmalah bila di tulis dan di artikan adalah sebagai berikut :
Yang artinya “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.
Dalam prakteknya ucapan basmalah menyertai setiap dimensi kehidupan seorang muslim dalam kesehariannya, basmalah harus di ucapkan oleh setiap muslim sebalum mlakukan segala aktivitasnya, basmalah juga adalah ucapan sakti dan sekaligus power ruhiyah yang mampu mengantarkan seorang muslim untuk senantiasa mengingat Tuhannya, yang pada gilirannya membawa setiap setiap denyut jantungnya pada berbuat kebaikan.
Secara maknawi ternyata ada banyak persamaan antara islam dan piwulang jawa, dan saya yakini ada banyak persamaan pula antara islam dan agamgam lainnya, demikian pula persmaan agama-agama lainya denagn budaya lokal di Indonesia, nyata sekali bahwa ilmu keTuhanan itu bersifat universal, hanya jalan manembahnya yang bermacam macam dan jadikan jalan masingmasing adalah sarana untuk mendekat kepadaNya, yang meyakini kejawen ya silahkan menjalankan semedinya dan yang meyakini Islam jalani perintah Sholat yang telah di berikan agama islam, demikian pula dengan penganut agama lainnya yang pasti punya jalan untuk menuju pada kedekatan denganNya,
Salam !
c’ es
Catatan :
Artikel ini si tulis dalam rangka menyambut HUT NKRI dan sekaligus bulan Romadlon, artikel ini saya tulis ulang dari artikel "Basmalah dan Prespektif Bimo Suci"
Budaya dan masarakat Jawa memandang ada keterkaitan antara lam, makluq dan Tuhan, kebudayaan Jawa mengajarkan agar masyarakat hidup tidak sekadar mlampah/mlaku yang artinya bergerak scara phisik , tetapi juga harus menjalani yang namanya lampah/lelaku, mengolah batin dan rasanya. Karena semua itu, berkaitan dengan Tuhan. Setiap gerak dalam kehidupan bukan hanya perpindahan fisik. Tidak hanya berdasar pada hitungan rasio. Tetapi ada olah batin dan olah rasa karena semua perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya. Ajaran menggapai kesempurnaan hidup tersebut bisa ditemukan dalam wayang yang biasa dipentaskan dalam upacara ruwatan sukerta yaitu lakon Bimo Suci
Lakon Bimo suci mengisahkan Bima/Werkudara atas perintah gurunya pandita Durna mencari Banyu Perwitasari. Dalam perjalanannya, ia bertemu Dewaruci yang persis dengan dirinya namun dalam ukuran kecil. Bima masuk ke badan Dewaruci melalui telinga kanan. Dalam tubuh Dewaruci, Bima semadi dengan pikiran dan perasaan yang bersih, Hening. Dalam samadi ini, Bima menerima Terang atau wahyu sejati yaitu manunggaling kawula Gusti, kesatuan manusia dengan Tuhan. Dalam jati diri terdalam, manusia bersatu dengan Tuhan. Kemanunggalan ini yang menjadikan manusia mampu melihat hidup yang sejati, atau dalam istilah kejawen, mati sakjroning urip, urip sakjroning mati. Inilah perjalanan rohani untuk masuk dalam samudera menanging kalbu/samudera di dalam kalbu yang mana makna dari kalimat tersebut adalah keserasian gerak antara makluq dan sang Pencipta, keserasian perbuatan dan keserasian kehendak makulq dan Gustinya.
Didalam agama Islam setiap orang islam pastilah pernah mendengar atau pernah mengucapkan yang namanya bacaan basmalah yang merupakan ayat pertama dari Al Fatehah.
Didalam sebuah hadist di terangkan betapa pentingnya basmallah, yaitu “Setiap perkara penting yang tidak didahului dengan bismillâhhirrahmânnirrahîm maka perbuatan tersebut terpotong.” (HR. Abu Daud). Adapun basmalah bila di tulis dan di artikan adalah sebagai berikut :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Yang artinya “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.
Dalam prakteknya ucapan basmalah menyertai setiap dimensi kehidupan seorang muslim dalam kesehariannya, basmalah harus di ucapkan oleh setiap muslim sebalum mlakukan segala aktivitasnya, basmalah juga adalah ucapan sakti dan sekaligus power ruhiyah yang mampu mengantarkan seorang muslim untuk senantiasa mengingat Tuhannya, yang pada gilirannya membawa setiap setiap denyut jantungnya pada berbuat kebaikan.
Secara maknawi ternyata ada banyak persamaan antara islam dan piwulang jawa, dan saya yakini ada banyak persamaan pula antara islam dan agamgam lainnya, demikian pula persmaan agama-agama lainya denagn budaya lokal di Indonesia, nyata sekali bahwa ilmu keTuhanan itu bersifat universal, hanya jalan manembahnya yang bermacam macam dan jadikan jalan masingmasing adalah sarana untuk mendekat kepadaNya, yang meyakini kejawen ya silahkan menjalankan semedinya dan yang meyakini Islam jalani perintah Sholat yang telah di berikan agama islam, demikian pula dengan penganut agama lainnya yang pasti punya jalan untuk menuju pada kedekatan denganNya,
Salam !
c’ es
Catatan :
Artikel ini si tulis dalam rangka menyambut HUT NKRI dan sekaligus bulan Romadlon, artikel ini saya tulis ulang dari artikel "Basmalah dan Prespektif Bimo Suci"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar